Lawrence M. Friedman : Sistem hukum yang berlaku atau yang akan diberlakukan di suatu komunitas masyarakat, dapat dilihat dari 3 aspek utama hukum itu sendiri, yaitu:
- Substance, atau isi muatan hukum itu sendiri dan dapat dilihat dari peraturan perundang-undangan yang berlaku di masyarakat itu. Untuk masyarakat yang agamis, peraturan perundang-undangan (UU, Perda, dsb) yang cenderung restriktif terhadap aturan-aturan yang melecehkan agama.
- Structure, atau aparat hukum. Aparat yang doyan porno cenderung mewarnai sistem hukum di komunitas masyarakat itu yang juga doyan porno, hehe..
- Legal Culture, yaitu budaya hukum masyarakat itu sendiri. Apa masyarakat kita masyarakat yang doyan porno?
Selanjutnya, Friedman mengungkapkan bahwasannya budaya hukum suatu masyarakat sangat kental untuk tidak dibilang sangat tergantung atau sangat dipengaruhi oleh sub-sub culture dari masyarakat yang bersangkutan. Sub-sub culture itu diantaranya : faktor ekonomi, factor kepentingan, faktor agama/ kepercayaan, factor status/ posisi. Maksud status atau posisi disini adalah status atau posisi seseorang di dalam suatu komunitas. Misalnya : dalam posisinya sebagai mahasiswa, maka seseorang itu cenderung idealis terhadap supremasi hukum, berbeda dengan seseorang yang posisinya sebagai birokrat yang selalu mempertimbangkan mana kepentingan atasan yang lebih harus diprioritaskan dari pada penegakkan supremasi hukum itu. Begitu juga, seorang pengacara yang karena status/ posisinya itu mengharuskannya untuk membela kliennya, pasti berbeda dengan legal culture seorang jaksa yang karena status dan posisinya itu mengharuskan dia untuk menuntut si terdakwa. Dan, kalau posisinya sebagai pelaku pornoaksi atau pihak terafiliasi lainnya maka pasti sangat setuju dengan penolakkan RUU APP tersebut.
Rasulullah SAW mengingatkan : dimana orang yang berada di suatu tempat dimana maksiat itu dilakukan dan dia mengingkari kemaksiatan itu, maka dia tidak terkena dosa dari kemaksiatan itu. dan sebaliknya, orang yang tidak berada di tempat maksiat itu dilakukan, tetapi dia tidak mengingkari maksiat itu, maka dia seperti orang yang melakukan kemaksiatan itu.
Ehm ๐
Kembali ke substansi nih, mengenai pro dan kontra RUU APP draf – 2 yang kembali rame dibicarakan akhir-akhir ini. Sebagaimana yang harus kita tahu bahwa RUU APP itu bukan untuk menyeragamkan budaya, bukan juga untuk menyeragamkan dalam berpakaian, dan juga RUU APP itu bukan untuk memaksakan aturan suatu agama dan bukan juga menghakimi suatu masyarakat adat, tapi justru RUU APP ini memberikan ruang kepada agama dalam mengatur penganutnya ke arah yang lebih baik (compatible) sesuai dengan ajaran agamanya, serta memberikan pemahaman akan pola hidup/ tata cara berpakaian dalam masyarakat adat yang menjadikan mereka lebih beradadab di era globalisasi ini.
RUU APP ini justru untuk mendefinisikan, karena tidak ada satupun UU yang jelas mengatur/ mendefinisikan pornografi dan pornoaksi tersebut. Yang perlu diketahui juga bahwa Negara kita adalah Negara hukum yang berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa, yang termasuk Negara paling lengkap akan sistem hukumnya, tapi termasuk Negara yang paling sedikit akan undang – undangnya (aneh y..?). Impact dari kekosongan UU inilah RUU APP ini dibuat sebagai langkah pasti dalam merefleksi suatu kekosongan UU tersebut. Dan tentunya RUU APP ini menjadi pedoman yang tidak lepas dari kaidah RUU APP itu sebagai de facto yang harus diakui semua lapisan masyarakat.
“Closing statement”.
Dari setiap interpretasi UU itu, kita harusnya memiliki potensi ntuk berpikir dan bersikap ntuk mengerti mana yang baik dan yang tidak baik, karena apa – apa yang baik menurut saya belum tentu baik menurut anda, itu relatif!,ย begitu juga sebaliknya, tapi yang baik menurut Tuhan itu sudah pasti baik buat kita semua”. hehehehe..
sbg orang normal yang punya adab w sih setujuh banget.tp jgn cm pornnografi ja donk,korupsi jg hrs da undang2_ya
Hi,
salam kenal euy..
Maaf baru ngeh klo pernah kasih komen di blog aku. Link aku : http://moehzaki.wordpress.com
berat euy bahasannya…
SETUJUUU….
“apanya yah??”
wakakaka
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum wr wb
Selamat hari Raya Idul Fitri 1429 H.
Mohon maaf atas semua salah, khilaf, tulisan yang menyakitkan hati, menyinggung perasaan, serta bersitan-bersitan hati yang pernah berprasangka.
Semoga Allah SWT menyempurnakan pahala ibadah kita di bulan Ramadhan tahun ini.
Semoga Allah SWT selalu mencurahkan hidayahnya, agar kita mampu meningkatkan kualitas ibadah kita pada Nya.
๐
1. “Jadi sangat lucu kalau ada orang โbodohโ menjadikan alasan Papua sebagai barometer untuk menentang RUU Pornografi. ”
setuju!!
2. “Tetapi lebih disebabkan karena banyak mata pencarihan mereka yang berbau kepornoan.”
nah, di situ itu dasar argumen saya yang menentang RUU Porno. “berbau kepornoan”. apa itu “berbau kepornoan”? Apakah pematung Asmat yang membuat patung-patung dengan kelamin tak tertutup bisa dikatakan berbau kepornoan? Apakah wayang semar yang terkadang pusarnya terlihat menonjol juga berbau kepornoan? Dengan demikian, jelas bahwa RUU Porno tidak memedulikan kekhasan daerah di Indonesia. Semuanya dipukul rata sama. Saya setuju dengan pendapat Anda: “Antara Jawa dan Sumatra saja definisi porno bisa berbeda.”
3. tidak, dalam contoh kasus yang saya berikan, orang botak itu ditangkap karena melanggar Pasal 10 RUU Porno: “setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang emnggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persanggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya”. Apa itu “pornografi”? Menurut Pasal 1 RUU Porno: “pornografi adalah materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum yang dapat membangkitkan seksual dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat.”
Dalam contoh kasus orang botak, orang botak itu melanggar Pasal 10 karena ia telah mempertontonkan kebotakannya yang membuat beberapa wanita yang melihatnya terangsang birahinya.
Itulah. RUU Porno sangat berbahaya karena penuh dengan pasal karet dan pasal yang tidak jelas serta mengandung tafsir yang sangat subjektif.
salam kenal juga…
Yah, sebagian kalangan ada yang mempersoalkan saudara-saudara kita yang ada diluar jawa, seperti Papua dan beberapa daerah yang lainnya jika RUU Pornografi ini di keluarkan.
Seperti di Papua sendiri, orang-orang pedalaman kalau mau kekota juga banyak yang memakai baju. Walaupun kadang alakadarnya! Dan pendidikan mereka pun dibawah rata-rata (walaupun ada beberapa saja yang menonjol). Nah proses berfikir itu yang mempengaruhi orang berperilaku. Jika pendidikannya dibawah rata2, akhirnya berfikirnya juga dibawah rata2.
Jika ada orang beralasan dengan menyebutkan Papua sebagai contoh, malah kita semua seharusnya menuntut pemerintah karena ketidakstabilan proses kesetaraan pembangunan disetiap daerah yang membuat mereka jadi seperti itu.
Dari pengalaman tinggal di Papua, banyak sekali orang Papua sendiri yang lebih memilih memakai baju ketimbang harus memakai koteka saja. Dan lebih banyak suku pedalaman saja yang sangat terlihat PeDe saat memakai baju adat. Ini jelas, ketidaksetaraan pembangunan yang mengakibatkan orang lain tersisih dari orang lainnya. Semua orang jika sudah beradab, pasti memilih memakai baju ketimbang harus memakai koteka! Jadi sangat lucu kalau ada orang “bodoh” menjadikan alasan Papua sebagai barometer untuk menentang RUU Pornografi.
Untuk daerah seperti Bali, saya rasa bukan karena RUU Pornografi akan menyebabkan disintegrasi bangsa. Tetapi lebih disebabkan karena banyak mata pencarihan mereka yang berbau kepornoan. Mereka takut jika diterapkan RUU Pornografi ini, maka mereka menjadi tidak punya pemasukan uang. Berarti ini bukan disintegrasi bangsa. Tetapi “disintegrasi penghasilan”.
Masalah erotisme. Apakah orang butak yang berjalan dan menimbulkan pandangan erotis bagi kalangan wanita, lalu orang butak tersebut ditangkap dengan alasan erotis. Erotis memang bukan bentuk kepornoan, tetapi lebih didasari pada sikap ataupun kesadaran. Dan disitu pun ada difinisinya, acuannya jelas (antara lain alat kelamin, paha, pinggul, pantat, pusar dan payudara perempuan, baik terlihat sebagian maupun seluruhnya). Nah lalu apa yang diperdebatkan lagi, selain hanya ingin mencari celah agar nanti jika ada kasus seperti diatas bisa berdalih! Lalu apa gunanya menciptakan UU Pornografi?
Kalau masalah persepsi, memang setiap negara berbeda-beda. Di Jepang misalkan, memperlihatkan seluruh tubuh selain alat kelamin itu tidak disebut porno. Nah, kalau acuan kita mengikuti negara-negara lain, ataupun hanya persepsi seseorang. Yah jelas acuannya berbeda-beda? Antara Jawa dan Sumatra saja definisi porno bisa berbeda.
Seperti halnya hukum pidana Indonesia, ketika seorang mengancam akan membunuh seseorang dengan perkataan saja, itu tidak termasuk ancaman. Nah berbeda dengan di Amerika, seseorang yang mengancam akan membunuh seseorang dengan perkataan, sudah langsung menjadi penanganan serius sebagai ancaman. Dan orang yang mengancam harus
menjaga jarak dengan orang yang diancamnya.
Semua persepsi perbedaan itu jelas dimanapun ada, yang terpenting acuannya harus ada dan jelas. Dan seandainya orang2 pada sadar, setela itu mengacu pada hukum Allah, ini pasti acuannya jelas. Karena yang berkata adalah Sipembuat manusia seluruhnya.
Eh, maaf banyak banget komentarnya ๐
Salam kenal juga
Closing stat nya mantap…
Kalau mengukur baik tidaknya sesuatu berdasarkan penilaian manusia, itu akan sangat relatif…
Tetapi jika ukuran baik itu berdasarkan ketetapan Allah… maka itulah penilaian yang sebaik-baiknya…
saya rasa, gak ada orang normal yang gak ngedukung nih RUU
Menarik…
1. Apakah yang dinamakan pakaian adat selalu disamakan dengan koteka dan pakaian adat masyarakat Lembah Baliem? Bagaimana dengan kebaya wanita Jawa yang ketat dan payudaranya agak ditonjolkan? Apakah mereka harus menanggalkan pakaian tradisional batik mereka? Dengan begitu, kita akan tercerabut dari akar budaya kita sendiri.
Kalau ngasih contoh ya gak usah jauh-jauh dan gak usah ekstrem… Semua orang juga sependapat bahwa kita harus ‘mengangkat’ orang Baliem dari lembah ‘kebodohan’ dengan memakaikan pakaian kepada mereka. Tapi siapa sih yang akan setuju bahwa seluruh orang Jawa harus berhenti menggunakan kebaya karena terlalu menonjolkan bentuk pinggul?
2. Saya percaya apabila RUU Pornografi jadi disahkan, akan lebih banyak mudarat yang muncul daripada maslahat. Sudah cukup masalah pornografi diatur dalam KUHP. Mengapa perlu diatur dalam UU segala?
3. Justru itu inti masalahnya. RUU Pornografi MENDEFINISIKAN pornografi padahal pornografi sangat sulit untuk didefinisikan. Yang lebih kacau lagi, erotisme pun dikategorikan sebagai pornografi. Padahal erotisme gak ada kaitannya sama pornografi! Sama sekali.
4. Contoh ekstrem dari ekses RUU Pornografi ini kelak adalah: ada seorang pria botak berjalan di depan sekelompok wanita. Sekelompok wanita ini terbangkitkan birahi dan gairahnya karena mereka menyukai pria botak. Dengan begitu, pria tersebut dapat dituduh melanggar UU Pornografi karena telah “merangsang birahi orang di depan umum”. Apakah ini yang kita mau?
just my humble opinion, though… ๐
Nice posting
Say YES for RUU APP…
DiLINDUNGI kok malah ngeyel…ANEH!!
salam kenal, mbak… ๐
@ekomadjid : ngak tau tu mas eko, memang rada aneh masyarakat kita, mau diatur jadi yang sok ngatur, sabar aja mas!, hehehe..
@gntong : belum pernah mas, tapi koq bisa tersinggung?, homo baliems kali ya?, hehehe..
@khabarislam : hehhee, salam balik dari bandung..
@fetro : semoga cepat terselesaikan dengan aman dan damai, amin..
mudah2an polemik ini segera selesai dan tidak malah jadi perpecahan ๐
siapasih yang ingin masyarakat indonesia tetap berbaju primitif sebeteulnya sy rasa semua tidak ingin……….
he….he….he….
salam dari anak jogja……
Maaf, anda pernah ngobrol sama orang di Lembah Baliem? Dengan dipakaikan rumbai-rumbai setiap menari menerima tamu negara saja mereka sebenarnya tersinggung karena budaya mereka telah dijajah.
Setuju bgt. KAyaknya bagi mereka yang menolak RUU ini ga paham apa subtansi sebenarnya dari RUU APP ini. Kita masyarakat Indonesia adalah masyarakat berbudaya, masa mau hidup tanpa busana??
Kitapun ga mau kan kembali ke jaman jahiliyah?